Aku hidup di bawah naungan Al-Quran

Saya tertarik dengan kata-kata sayed quthub rahimahullah di dalam muqaddimah Fi zilalil Quran ketika beliau mengambarkan tentang betapa indahnya hidup di bawah naungan Al-Quran dan betapa hairannya beliau terhadap mereka-mereka yg memilih jalan selain daripada itu. Kata syed Quthub:

"Aku hidup di bawah naungan Al-Quran. Hidup di bawah bayangan al-Quran adalah suatu keni’matan yang tidak dapat diketahui melainkan hanya oleh mereka yang mengecapinya sahaja. Ia adalah suatu keni’matan yang meluhur, memberkati dan membersihkan usia seseorang. Alhamdulillah syukur ke hadrat Allah yang telah mengurniakan kepadaku keni’matan hidup di bawah bayangan al-Qur’an selama beberapa waktu, di mana aku telah mengecapi nimat yang tidak pemah aku kecapi sepanjang hidupku, iaitu ni’mat yang meluhur, memberkati dan membersihkan usiaku. Aku hidup seolah-olah mendengar Allah bercakap kepadaku dengan al-Quran ini… ya Dia bercakap kepadaku seorang hamba yang amat kerdil dan amat kecil. Manakah penghormatan yang dapat dicapai oleh seseorang lebih tinggi dari penghormatan Ilahi yang amat besar ini? Manakah keluhuran usia yang lebih tinggi dari keluhuran usia yang diangkatkan oleh kitab süci ini? Manakah darjah kemuliaan bagi seseorang yang lebih tinggi dari darjah kemuliaan yang dikurniakan oleh Allah Pencipta Yang Maha Mulia?

Islam's Stand on Early Marriages

Dear scholars, As-Salamu `alaykum. Is early marriage allowed in Islam? Jazakum Allah khayran.

In the Name of Allah, Most Gracious, Most Merciful.

All praise and thanks are due to Allah, and peace and blessings be upon His Messenger.

Early marriages are originally recommended for Muslims; it is healthy and helps for chastity. Delay of marriages is very helpful for the Shaytan. Almighty Allah says: "And marry such of you as are solitary and the pious of your slaves and maid servants. If they be poor; Allah will enrich them of His bounty. Allah is of ample means, Aware." (An-Nur: 32)

The father of a girl must not delay marriage of his daughter if a proposal is received from a compatible man of equal status who is of sound religion and character. The Prophet (peace and blessings be upon him) said: "Three matters should not be delayed: prayer when its time comes, burial when the funeral has arrived, and the marriage of a single woman when a well-suited man has proposed." (Reported by at-Tirmidhi)

The Prophet (peace and blessings be upon him) addressed the youths encouraging them to get married as soon as they are capable of shouldering the responsipility of marriage saying: “O youth! Whoever amongst you is able to marry, let him marry, because it helps him keep his eyes away from lustful looks and preserve his chastity. And whoever is not able to marry, let him observe fasting, as it is a shield for him (i.e. protection from lapsing in fornication).”

Early marriage doesn't mean that the spouses could be not mature and responsible, the Qur'an hints saying: "If you find them of sound judgement." (An-Nisa': 6) That means puberty or marriageable age is not enough to be qualified for marriage. If a son is capable to run a household life and he is able to maitain mentally, psychologically and financially and everything of his wife, then early marriage is the only way to keep our children away from haram.

In this context, Dr. Muhammad Sa`eed Hawwa, professor of Shari`ah at the University of Mu’tah, Jordan, states:

"Early marriage is recommended as long as the requirements of marriage are met including the ability of each of the spouses to fulfill his marital duties and protect his/her partner against temptation. The husband should also be able to shoulder the financial responsibilities at the sufficiency level. There is no specific age for marriage according to Shari`ah but the criterion is the capability of both spouses."

Among the benefits of early marriages is that "Married couples perform better at school or university and are more emotionally stable than singles. Also, living together with one's wife will cost one much less than if each one of them lived separately. The benefits of early marriage are extreme and it is highly encouraged in Islam if both of spouses are mature and responsible, and if the husband can support the family on the financial side."

Excerpted, with modifications, from: www.islamicity.com

Hikmah Memahami Asma’ wa Shifat Allah (Nama-nama & Sifat-sifat Allah)

http://aqidah-wa-manhaj.blogspot.com
Oleh:
Syaikh ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin al-‘Abbad al-Badr



Sesungguhnya mengenali (mempelajari) Nama-Nama Allah dan Sifat-sifat-Nya yang terdapat di dalam al-Kitab (al-Qur’an) dan as-Sunnah, yang menunjukkan kesempurnaan Allah secara mutlak dari pelbagai segi, merupakan pintu ilmu yang paling utama yang mana dengannya dapat menambah keimanan. Menyibukkan diri dengan mempelajarinya, memahaminya, dan mengetahuinya secara sempurna memiliki hikmah dan faedah yang tinggi dan agung. Di antaranya adalah sebagaimana berikut:

1) - Ilmu tauhid Asmaa’ wash-Shifat merupakan ilmu yang paling mulia dan paling agung secara mutlak. Menyibukkan diri dengan memahami dan mempelajarinya menunjukkan erti menyibukkan diri di dalam mencari sesuatu yang paling mulia. Dan mendapatkannya merupakan pemberian yang paling mulia.

2) - Ma’rifatullaah (mengenali Allah) menimbulkan kecintaan (hubb), rasa takut (khauf), pengharapan (roja’), dan keikhlasan beramal kepada-Nya. Inilah sebuah hakikat erti kebahagiaan seseorang hamba. Tidak ada jalan lain untuk mengenali Allah melainkan dengan mengenali Nama-Nama Allah dan Sifat-Sifat-Nya serta memahami makna-maknanya.

3) - Tujuan Allah menciptakan makhluk adalah supaya mereka mengenal dan dapat beribadah hanya kepada-Nya. Menyibukkan diri dengannya bererti menyibukkan diri dengan tujuan penciptaan para hamba. Meninggalkannya dan mengabaikannya bererti meremehkan tujuan untuk apa kita diciptakan.

Adalah sungguh buruk bagi seseorang hamba yang tidak mengenali Tuhan-nya dan enggan mengetahui-Nya, padahal nikmat Allah sentiasa dilimpahkan kepadanya terus-menerus, begitu pula dengan kurnian-Nya yang sangat melimpah dari pelbagai segi.

4) - Salah satu dari rukun iman, bahkan yang paling utama dan asas adalah beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Iman bukan hanya mengatakan, “Aku beriman kepada Allah”, sedangkan dia tidak mengenali Tuhan-nya dengan sebenarnya. Hakikat sebenar dari sebuah keimanan adalah mengetahui apa yang diimani dan berusaha keras untuk mengenali Nama-Nama-Nya juga Sifat-Sifat-Nya sehingga mencapai darjat yakin. Darjat keimanan seseorang ditentukan oleh sejauh mana ia mengenali Tuhan-nya. Semakin kenal kepada Tuhan-nya, semakin bertambah pula keimanannya. Setiap kali berkurang, maka berkurang pula keimanannya. Jalan yang paling dekat untuk sampai kepada ma’rifatullaah (mengenali Allah) adalah dengan merenungi Sifat-Sifat dan Nama-Nama-Nya Subhanahu wa Ta’ala.

5) - Mengenali Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah asas kepada segala sesuatu. Mereka yang benar-benar mengenali Allah akan menjadikan sifat-sifat dan perbuatan-Nya yang ia yakini sebagai landasan ke atas segala apa yang ia lakukan dan laksanakan sebagai hukum dalam kehidupannya. Mereka tidak akan melakukan sesuatu melainkan yang bersesuaian dengan tuntutan makna yang terkandung di dalam Nama dan Sifat-Sifat-Nya. Perbuatan orang itu tidak akan menyimpang dari keadilan, keutamaan, dan hikmah. Ini adalah sebagaimana halnya Allah yang tidak akan menetapkan sebuah hukum pun, melainkan bersesuaian dengan makna puji yang dimiliki-Nya, hikmah-Nya, keutamaan-Nya dan keadilan-Nya. Semua berita dari-Nya adalah haq dan benar, dan semua perintah serta larangan-Nya adalah keadilan yang penuh dengan hikmah. (Lihat: Tafsir Ibni Sa’di (1/24-26), dan ringkasan tafsirnya (hal. 15))

Berpandukan dari faidah-faidah dan pelbagai hikmah ini (dapat kita nyatakan) bahawa mengetahui Nama-Nama Allah yang indah dan Sifat-Sifat-Nya yang agung akan melahirkan hasil berupa penghambaan (‘ubudiyah) dan ketundukan kepada-Nya. Setiap sifat penghambaan yang muncul dalam diri seseorang hamba adalah kesan dari mengenali Nama dan Sifat-Nya, mengetahuinya, dan hasil dari ma’rifat (mengenali) kepada-Nya. Semua sifat penghambaan ini mencakupi segala bentuk ‘ubudiyah (peribadahan/penghambaan) yang dilakukan sama ada dengan hati atau yang dilakukan dengan anggota badan.

Beberapa contoh yang lahir hasil keyakinan terhadap Asma’ al-Husna

Seseorang hamba, jika meyakini bahawa hanya Allah-lah yang dapat memberikan mudharat dan manfaat, yang mampu memberi dan menahan, yang menciptakan dan yang memberi rezeki, yang menghidupkan dan memerhatikan, maka keyakinan itu akan membuahkan hasil zahir atau pun batin. Di dalam batin iaitu sikap penghambaan (‘ubudiyah) berupa tawakkal (berserah) kepada-Nya. Adapun dalam zahirnya (yang nampak) adalah kesan tawakkal tersebut serta hasilnya.

Mengetahui Asma’ al-Husna harus diiringi dengan pengamalannya

Dan jika dia meyakini sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Mengetahui, tidak ada yang samar bagi-Nya seberat zarrah pun di langit dan di bumi, dan sesungguhnya Dia mengetahui yang tersembunyi bahkan yang lebih tersembunyi, mengetahui khianatnya mata dan apa-apa yang disembunyikan di dalam hati, maka keyakinan ini akan membuahkan hasil berupa sikap menjaga lisan, anggota badan dan gerakan-gerakan hati dari segala perkara yang tidak diredhai oleh Allah. Ia akan menjadikan semua anggota badan ini terikat semata-mata kepada segala perkara yang dicintai dan juga diredhai oleh Allah.

Dan jika ia meyakini sesungguhnya Allah Maha Kaya, Maha Mulia, Maha Pengasih, dan luas kebaikan-Nya, maka keyakinan ini akan menimbulkan sikap pengharapan yang kuat. Sedangkan pengharapan akan melahirkan pelbagai jenis peribadahan secara zahir (nampak) atau pun batin kerana terdapat kecintaan di dalam mengenali dan mengetahui-Nya.

Dan jika ia meyakini kesempurnaan Allah dan keindahan-Nya, maka perkara ini menimbulkan cinta secara khusus, dan kerinduan yang lebih besar untuk berjumpa dengan Allah, dan perkara ini akan mengarahkan kita kepada pelbagai jenis ibadah.

Dengan meyakini perkara ini, dapatlah diketahui bahawa semua bentuk ‘ubudiyah (peribadahan) kembali kepada makna-makna yang terkandung di dalam Nama-Nama juga Sifat-Sifat Allah. (Lihat kitab Miftaah Daaris Sa’aadah, karya Ibnul Qayyim (hal. 424, 425), dan lihat yang semisalnya lebih luas lagi dalam kitab al-Fawaa-id, karya beliau (hal. 128-13 1))

Seorang hamba akan diberi taufik dengan memperoleh penyebab utama yang akan menambah keimanannya, apabila ia mengenali Tuhannya dengan pengenalan yang hakiki lagi selamat dari penyimpangan orang-orang yang sesat di dalam mengenali Allah. Dia selamat dari jalan orang-orang yang mengubah Nama-Nama dan Sifat-Sifat-Nya (ahlut tahriif), jalan orang-orang yang menta’thilnya (menolak), menggambarkannya (tamtsil), atau menyerupakannya (tasybih) dengan makhluk. Maka dia pun selamat dari manhaj ahli kalam (ahli falsafah/pemikiran) yang bathil seperti ini, yang pada dasarnya merupakan penghalang paling besar bagi seorang hamba untuk mengenali Tuhannya dan yang paling berpengaruh di dalam mengurangi keimanan lagi melemahkannya. Dia pun mengenali Tuhannya dengan Nama-Nama-Nya yang indah juga Sifat-Sifat-Nya yang agung, yang dengannya Allah memperkenalkan Dzat-Nya kepada para makhluk, yang diungkap di dalam al-Kitab (al-Qur’an) dan as-Sunnah berpandukan kefahaman Salafush Soleh (generasi awal dari para sahabat Rasulullah).

Dan telah sahih diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, Sebuah berita bahawa Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama (yang terdapat dalam al-Qur-an dan hadis-hadis), sesiapa yang menghafalnya, maka perkara itu berupaya menjadi faktor masuknya seseorang itu ke dalam Syurga.
Diriwayatkan dalam ash-Shahihain dari hadis Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata. “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, bersabda:

“Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu. Sesiapa yang menghafalnya, maka dia akan masuk ke dalam Syurga.” (Hadis Riwayat al-Bukhari, 5/354, 10/214, 12/377 - Fathul Baari, dan Muslim 4/2O63)

Yang dimaksudkan dengan menghafal, bukan hanya sekadar menghafal. Kerana, orang yang fasiq pun adakalanya mampu menghafalnya. Maka, dengan ini maksudnya adalah mengamalkannya. (Fathul Baari, 10/226. Ini adalah ungkapan al-Ashili)

Kita wajib memahami Nama-Nama dan Sifat-Sifat-Nya, juga mengetahui makna yang terkandung di dalamnya sehingga mudah untuk mengambil manfaat secara sempurna darinya.

Abu ‘Umar ath-Thalamanki rahimahullah berkata, “Di antara kesempurnaan di dalam mengenali Nama-Nama Allah dan Sifat-Sifat-Nya, di mana orang yang berdoa dan menghafalnya berhak mendapat pahala sebagaimana yang diungkapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam iaitu apabila dia mengenali Nama-Nama Allah dan Sifat-sifat-Nya dengan disertai kefahaman faidah-faidah yang terkandung di dalamnya serta hakikat yang ditunjukinya. Sesiapa yang tidak mengetahui perkara tersebut, maka dia bukanlah orang yang mengetahui makna dan Nama-Nama Allah. Dia tidak akan dapat mengambil manfaat yang tepat dari makna-makna yang terkandung di dalamnya jika hanya dengan menyebutkannya.” (Fathul Baari (6/226))

Ibnul Qayyim rahimahullah telah menyebutkan tiga tingkatan bagi mereka yang menghafal (Nama-Nama Allah):

Tingkatan pertama: Menghafal lafaz dan bilangannya.

Tingkatan kedua: Memahami maknanya dan perkara-perkara yang ditunjuki olehnya.

Tingkatan ketiga: Berdoa kepada Allah dengan menggunakan nama-nama tersebut.

Hakikat ini mencakupi doa ibadah atau pun doa ketika memohon sesuatu. (Badaai’ul Fawaa’id (1/164))

Ibnu Sa’di berkata ketika menjelaskan makna hadis Abu Hurairah terdahulu, “Makna al-ihshaa’ (menghitung/menghafal) adalah barangsiapa menghafalnya, memahami makna-maknanya, meyakininya dan beribadah kepada Allah dengannya, maka dia akan masuk ke dalam Syurga. Kerana, Syurga tidak akan dimasuki melainkan oleh orang-orang yang beriman. Al-ihshaa’ itu merupakan sumber dari perkara yang paling besar di dalam menghasilkan keimanan, kekuatan dan ketetapannya. Mengetahui Nama-Nama Allah yang indah adalah asas-asas di dalam keimanan di mana kualiti keimanan akan kembali (merujuk) kepadanya.” (at-Taudhiih wal Bayaan (hal. 26))

Barangsiapa mengenali Allah dengan pengenalan seperti ini, maka dia akan menjadi manusia yang paling kuat keimanannya, paling banyak ibadahnya dan paling banyak melakukan ketaatan, dan akan menjadi orang yang paling takut serta selalu merasa diawasi oleh Allah Ta’ala.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“... Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (orang yang berilmu) ...” (Surah Faathir, 35: 28)

Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah dalam menafsirkan ayat ini berkata, “Allah Ta’ala berfirman yang maknanya, “Sesungguhnya orang yang takut kepada Allah sehingga dia menjaga diri dari siksa-Nya dengan taat kepada-Nya hanyalah para ulama. Mereka takut terhadap kekuasaan yang meliputi segala sesuatu yang dia kehendaki kerana Allah melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya. Orang yang mengetahui kekuasaan Allah, tentu akan meyakini adanya siksa Allah terhadap kemaksiatan yang dilakukan kepada-Nya sehingga orang tersebut benar-benar takut kepada-Nya jika Allah menyiksanya.” (Tafsir ath-Thabari (12/132))

Ibnu Katsir berkata, “Maknanya adalah Sesungguhnya orang yang takut kepada Allah dengan sebenar-benar rasa takut adalah para ulama yang benar-benar mengenali-Nya, bahawa Dia Maha Agung, Maha Tahu, dan disifati dengan Sifat-Sifat kesempurnaan, dan disifati dengan Nama-Nama yang indah. Setiap kali pengenalan itu lebih mantap dan pengetahuannya lebih sempurna, maka rasa takut kepada-Nya pun akan lebih besar dan lebih banyak.” (Tafsiir Ibni Katsir (3/553))

Makna ungkapan ini telah disimpulkan oleh salah seorang ulama Salaf di dalam sebuah ungkapan yang ringkas. Beliau berkata, “sesiapa yang lebih mengenali Allah, maka dia akan lebih merasa takut kepada-Nya.” (ar-Risaalah al-Qusyairiyyah, karya Abul Qasim al-Qusyairi (hal. 141), dan yang mengatakannya adalah Abu ‘Abdillah Ahmad bin ‘Ashim al-Anthaki. Lihat biografinya dalam as-Siyar A’lam an-Nubala’ (11/409))

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak ada keperluan (kebergantungan) rohani yang lebih besar daripada mengenali terhadap Tuhan-nya, Penciptanya, keperluan akan rasa cinta kepada-Nya, menyebut-Nya, merasa gembira dengan-Nya, meminta wasilah (perantara) kepada-Nya, dan kedekatan di sisi-Nya. Tiada jalan untuk mendapatkan semua keperluan ini melainkan dengan mengenali Sifat-Sifat-Nya, dan Nama-Nama-Nya. Setiap kali seseorang lebih mengetahui semua itu (Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah), maka dia akan lebih mengenal Allah, lebih memohon kepada-Nya dan lebih dekat. Dan setiap kali dia ingkar terhadap semua itu (Nama dan Sifat-Sifat Allah), maka dia akan lebih bodoh dengan tidak mengetahui Allah, ertinya dia pun akan lebih membenci-Nya dan lebih jauh dari-Nya. Seseorang hamba ditempatkan oleh Allah di sisi-Nya sebesar kadar ia mengingati Allah di dalam dirinya.” (al-Kafiyatusy Syaafiyah (hal. 3, 4))

Dengan mengenali Allah, ia dapat memperkuat rasa takut dan selalu diawasi, memperbesar harapan kepada-Nya, menambah keimanan seseorang hamba, dan dapat melahirkan ingin melaksanakan pelbagai jenis ibadah. Tidak ada jalan untuk meraih semua ini (mengenali Allah) melainkan dengan merenungi Kitabullaah dan juga dengan pengenalan yang Allah lakukan kepada para hamba-Nya melalui lisan-lisan para Rasul-Nya berupa Nama-Nama-Nya, Sifat-Sifat-Nya juga perbuatan-Nya. Demikian pula segala perkara yang dibersihkan dari-Nya berupa sesuatu yang tidak layak untuk-Nya Subhanahu wa Ta’ala, dan sebagaimana Dia mengatur hari-hari-Nya, juga perbuatan-Nya terhadap para kekasih-Nya dan musuh-musuh-Nya. Semua itu telah diceritakan kepada para hamba-Nya dengan persaksian dari-Nya supaya mereka menjadikannya sebagai dalil bahawa Dia adalah Tuhan mereka yang haq lagi jelas, yang tidak sepatutnya beribadah melainkan kepada-Nya. Dan agar mereka menjadikannya sebagai dalil bahawa sesungguhnya Dia Maha Kuasa ke atas segala sesuatu, Maha Tahu atas segala sesuatu, sangat pedih siksaan-Nya, Maha Pengampun, Maha Penyayang, Maha Agung, Maha Bijaksana, serta melakukan apa saja yang dikehendaki oleh-Nya. Dia-lah yang memberi rahmat dan pengetahuan-Nya mencakupi segala sesuatu. Segala perbuatan-Nya meliputi segala aspek hikmah, kasih sayang, keadilan juga kemaslahatan, tidak akan terkeluar darinya sedikit pun. Hasil ma’rifatullah (mengenali Allah) tidak akan diperolehi melainkan dengan mentadabburi (menghayati) firman-Nya dan merenungi kesan-kesan dari segala perbuatan-Nya.” (Lihat Miftaah Daaris Sa’aadah, karya Ibnul Qayyim (hal. 202))

Disunting bahasa dan perkataannya oleh:
Nawawi Subandi, dari sebuah buku berjudul “Duduklah Sejenak Bersama Kami...” Oleh penulis. Terjemahan asal dan terbitan oleh Pustaka Ibnu Katsir.

A call for Jerusalem

Muhammaad Mahdy Akef, IkhwanWeb - Egypt

Allah said,” Glory be to Him Who made His servant to go on a night journey from the Sacred Mosque to the remote mosque of which We have blessed the precincts, so that We may show to him some of Our signs; surely He is the Hearing, the Seeing.” (Al-Israa:1)

The blessed land calls for Muslim everyday to take a stand and ask oneself a question, what have I done to save Jerusalem and Palestine? What have I done to save this blessed mosque that calls for every Muslim and cries for help?

If we follow back the history of this land we would realize that it is not the first time Jerusalem is occupied, the most famous incident was the crusades’ attacks that lasted for two hundred years until the Kurdish Muslim leader Saladin came and freed the mosque on the 27th of Rajab 582 A.H.

If all the super powers are using false claims wither, historical, religious or political claims to pursue their economic and strategic interests we don’t care because the conspiracy is now so clear and Arab and Muslim nations should wake up from their slumber and gain back our freedom and dignity.

Arab nations and Muslim Ummah’s unity is the key to stop the Zionist attacks and stop the attempts to Judize Jerusalem and the destruction of Al-Aqsa Mosque.

6 Arab Prime ministers gathered few days ago in the Jordanian capital Amman to discuss King Abdullah the second’s visit to the United state to meet up with Obama administration.

What was the outcome of their meeting? They kept holding fast to the Arab peace initiative that was refused by the Zionist enemy.

Still until this day Arab leaders are holding on to an initiative that cannot be applied by no means and that is because they have no other option and they can’t stand up for the conspiracy waved around Palestine, Jerusalem and the resistance.

O Arabs...O Muslim,

Palestine is calling for you and Al-Aqsa mosque is crying for your help. People in Jerusalem are calling for you to support them, why don’t you make a fundraising institute to support them when their houses are abolished and help stop the attempts of displacing them.

Why don’t you boycott all business men who allay with our enemy for personal interests and gains over the public welfare and interest?

Where as you my fellow brothers, you have a very big responsibility in such serious circumstances.

1. You have to rise above all the difficulties and start changing yourself and then the community around you for Allah said in the Qur`an. “surely Allah does not change the condition of a people until they change their own condition.” (Ar-Ra’d: 11).

2. You have to get your power from the power of your faith and belief in Allah.

3. You have to follow Palestine’s news and issue from all sides, historical, political, and economical and know the news of the resistance so you would be able to raise people’s awareness on the matter and clear all the misconceptions you might have or people around you may have.

4. You have to support Palestine cause and resistance through all means, because Palestine had been captured 43 years ago and you are the only one that will set it free, dear reader.

Allah is our aim and He is the guidance.

Cairo 20th Rabi’ Al-Akhar 1430 A.H/ 16th April 2009 A.D.

KONVENSYEN BERAKHIRNYA AGENDA ZIONIS



Assalamualaikum W.B.T.H
Kepada semua, anda dijemput untuk menghadiri program seperti diatas.
Sila sebarkan kepada UMUM sekarang!
PAHALA 4U InsyaAllah

KONVENSYEN BERAKHIRNYA AGENDA ZIONIS
Hari/Tarikh: Sabtu/9 Mei 2009
Masa: 8.00 pagi - 5.00 petang
Tempat: Pusat Dagangan Dunia Putra (PWTC)
Penyertaan: RM 10.00

PEMBENTANG:
Dr. Mohsen Saleh
Pengarah Institute of Islamic Political Thought (IIPT), London
Dr. Azzam al-Tamimi
Pengarah Besar, Pusat Penyelidikan dan Pengajian Az-Zaytouna, Lubnan
Dr. Roslan b Mohd Nor
Penerima Anugerah Akademik Institut Al-Makhtoum 2003 & 2006
PhD in 'Islamic Jerusalem Studies', Aberdeen University Scotland


ATURCARA KONVESYEN
8.00 - 8.30 PAGI: Pendaftaran Peserta
8.30 - 9.30 PAGI: PEMBENTANGAN I - Dr. Roslan bin Mohd Nor
(Kejatuhan Islam dan Kewujudan Negara Israel)

9.30 - 10.00 PAGI: Kehadiran VVIP dan VIP
Ucapan Alu-aluan - Ustaz Abdullah Zaik b Abd Rahman
(Pengerusi Eksekutif Aman Palestin Sdn Bhd)
Ucapan Perasmian - Menteri di Jabatan Perdana Menteri
10.45 - 11.00 PAGI: Jamuan VVIP dan VIP dan jamuan ringan peserta

11.00 - 12.00 TGH: Pembentangan 2 - Dr. Azzam al-Tamimi
(Sejauh Manakah Kesan Kewujudan Zionis pada Dunia Sejagat)

12.00 - 1.00 TGH: Pembentangan 3 - Dr. Mohsen Saleh
(Hakikat Zionis dan Agenda yang Dipropagandakan)

1.00 - 2.00 PTG: Rehat, makan dan solat

2.00 - 3.00 PTG: Pembentangan 4 - Dr. Azzam al-Tamimi
(Peranan Seorang Muslim dalam Menghadapi Musuh Zionis)

3.00 - 4.00 PTG: Pembentangan 5 - Dr. Mohsen Saleh
(Kebangkitan Islam di Palestin dan Status Agenda Zionis Masa Kini)

4.00 - 5.00 PTG: Majlis Penutup
Ucapan Penangguhan - Dr. Kamil Azmi Tohiran
Presiden Persatuan Belia Islam Nasional (PEMBINA)

Jom riadah

Tarbiyah dalam pandangan Imam Hasan Al-Banna memiliki dua kriteria yg khusus iaitu:

1. Saling menyempurnakan (At-takaamul) dan
2. Seimbang (at-tawazun)

Maksud at-takaamul adalah; tarbiyah yg dilakukan haruslah komprehensif dan menyeluruh tanpa mengabaikan satu bahagian dengan bahagian yg lain. Tarbiyah harus dilakukan dengan memerhatikan aspek rohani dan jasad, akal dan perasaan, jiwa dan hati, dan keseluruhannya berjalan dalam membentuk kepribadian muslim yg sempurna.(Tarbiyah politik Hassan Al-Banna, Dr. Yusuf Al-Qaradhawi)

Jikalau aspek rohani diberikan perhatian didalam tarbiyah, aspek jasadi juga turut mendapat perhatian yg sama dalam membentuk pribadi muslim yg sejati. Hal ini kerana syariat Islam adalah syariat yg seimbang dan pertengahan. Islam adalah agama yg menitik-beratkan kekuatan fizikal disamping menekankan kekuatan rohani.
Rasulullah s.a.w bersabda:

“Orang mukmin yg kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yg lemah. Dan pada keduanya terdapat kebaikan.”(diriwayatkan oleh Imam Muslim)

























IBU MITHALI 3

"Mirah," panggilan lembut mak seiring dengan bunyi ketukan di pintu bilik saya."Mirah.""Saya cepat-cepat naik ke atas katil dan memejam mata, pura-pura tidur.""Sejuruskemudian, terdengar bunyi pintu bilik saya dibuka. "Mirah dah tidur rupa-rupanya! Kesian. Tentu Mirah letih menjaga abang-abang dan kakak-kakak semasa mak, ke klinik siang tadi. Maafkan mak, sayang. Mak tahu Mirah masih terlalu muda untuk memikul beban seberat itu. Tapi, keadaan benar- benar terdesak pagi tadi, Mirah. Mak janji, lain kali mak takakan kacau Mirah lagi. Mak akan meminta ibu atau orang lain menjaga abang- abang dan kakak-kakak kalau mak terpaksa tinggalkan rumah"

Sepanjang mak berkata-kata itu, tangan mak terus mengusap-usap dahi saya. Suara mak tersekat-sekat. Saya terlalu ingin membuka mata dan menatap wajah mak ketika itu."Mirah, mak tahu Mirah tak bahagia tinggal bersama-sama mak."Suatu titisan air mata gugur di atas dahi saya. Kemudian, setitik lagi gugur di atas pipi saya. Selepas itu, titisan-titisan itukian rancak gugur menimpa serata muka dan leher saya."Walau apa pun tanggapan Mirah kepada mak, bagi mak, Mirah adalah segala-galanya. Mirah telah menceriakan suasana dalam rumah ini. Mirah telah menyebabkan mak berasakan hidup ini kembali berharga. Mirah telah...""Mak!" Saya lantas bangun lalu memeluk mak. Kemudian,tiada kata-kata yang lahir antara kami. Yang kedengaran hanyalah bunyi sedu-sedan dan esak tangis.Peristiwa pada hari itu dan,pada malamnya telah mengubah pandangan saya terhadap mak, abang-abang dan kakak-kakak. Saya mula merenung dan menilai keringat mak. Saya mula dapat menerima keadaan kakak- kakak dan abang- abang serta belajar menghormati dan, menyayangi mereka.

Keadaan dewan menjadi begitu sunyi seperti tidak berpenghuni sejak gadis itu berbicara.Setelah meraih kejayaan cemerlang dalam peperiksaan penilaian darjah lima, saya telah ditawarkan untuk melanjutkan pelajaran ke peringkat menengah, di sebuah sekolah berasrama penuh. Saya telah menolak tawaran tersebut.

"Kenapa Mirah tolak tawaran itu?""Bukankah di sekolah berasrama penuh itu Mirah boleh belajar dengan sempurna?""Betul tu, Mirah. Di sana nanti Mirah tak akan berdepan dengan gangguan daripada abang-abang dan kakak-kakak! ""Mirah tak menyesal ke, kemudian hari nanti?"Bertubi-tubi mak dan ayah menyoal. Mata mereka tidak berkelip-kelip memandang saya."Mak, ayah." Saya menatap wajah kedua-dua insan itu silih berganti. "Mirah ingin terus tinggal di rumah ini. Mirah ingin terus berdamping dengan mak, ayah, abang-abang dan kakak-kakak." "Tapi, boleh ke Mirah buat ulang kaji di rumah? Pelajaran di sekolah menengah itu, bukannya senang." Mak masih meragui keupayaan saya."Insya-Allah, mak. Mirah rasa, Mirah dapat mengekalkan prestasi Mirah semasa di sekolah menengah nanti," balas saya penuh yakin.

Mak dan ayah kehabisan kata-kata. Mulut mereka terlopong. Mata mereka terus memanah muka saya. Garis-garis kesangsian masih terpamer pada wajah mereka. Sikap mak dan ayah itu telah menguatkan azam saya untuk terus menjadi pelajar cemerlang, di samping menjadi anak dan adik yang baik.

Selama di sekolah menengah, mak sedapat mungkin cuba membebaskan saya daripada kerja-kerja memasak dan mengemas rumah, serta tugas menjaga makan pakai abang-abang dan kakak-kakak kerana takut pelajaran saya terganggu.Sebaliknya saya lebih kerap menawarkan diri untuk membantu, lantaran didorong oleh rasa tanggungjawab dan timbang rasa.

Gadis yang bernama Nurul Humairah itu terus bercerita dengan penuh semangat, apabila melihatkan hadirin di dalam dewan itu mendengar ceritanya dengan penuh minat."Saya terpaksa juga meninggalkan rumah sewaktu saya melanjutkan pelajaran di Universiti Kebangsaan Malaysia. Di sana saya membuat pengkhususan dalam bidang pendidikan khas. Bidang ini sengaja saya pilih kerana saya ingin menabur bakti kepada segelintir pelajar yang kurang bernasib baik. Di samping itu, pengetahuan yang telah saya peroleh itu, dapat saya manfaatkan bersama untuk abang-abang dan kakak-kakak."

"Kini, telah setahun lebih saya mengharung suka duka, sebagai seorang guru pendidikan khas di kampung saya sendiri. Saya harus akui, segulung ijazah yang telah saya miliki tidak seberapa nilainya, berbanding dengan mutiara-mutiara pengalaman yang telah mak kutip sepanjang hayatnya.""Sekarang, saya lebih ikhlas dan lebih bersedia untuk menjaga abang-abang dan kakak-kakak. Pun begitu, hati ini sering tersentuh apabila beberapa kali saya terdengar perbualan mak dan Ayah."

"Apa akan jadi kepada kelima-lima orang anak kita itu lepas kita tak ada, bang?" suara mak diamuk pilu.Ayah akan mengeluh, kemudian berkata, "Entahlah. Takkan kita nak harapkan Mirah pula?" "Mirah bukan anak kandung kita." Mak meningkah. "Kita tak boleh salahkan dia kalau dia abaikan abang-abang dan kakak-kakaknya." "Mirah nak tegaskan di sini, mak, yang Mirah akan membela nasib abang-abang dan, kakak-kakak lepas mak dan ayah tak ada. Ya, memang mereka bukan saudara kandung Mirah. Tapi, tangan yang telah membelai tubuh Mirah dan tubuh mereka adalah tangan yang sama. Tangan yang telah menyuapkan Mirah dan mereka, juga tangan yang sama. Tangan yang memandikan Mirah dan mereka, adalah tangan yang sama, tangan mak."Kelihatan gadis yang berkebarung ungu, berbunga merah jambu itu, tunduk sambil mengesat air matanya dengan sapu tangannya.

Kebanyakan hadirin, khususnya wanita turut mengesat air mata mereka. Gadis itu menyambung bicaranya. Tiga bulan lalu, saya terbaca mengenai pencalonan anugerah "Ibu Mithali" dalam akhbar. Saya terus mencalonkan mak, di luar pengetahuannya. Saya pasti, kalau mak tahu, dia tidak akan merelakannya. Saya sendiri tidak yakin yang mak akan terpilih untuk menerima anugerah ini, sebab anak-anak mak bukan terdiri daripada orang-orang yang disanjung masyarakat, seperti lazimnya anak- anak "Ibu Mithali" yang lain. "Lorong dan denai kehidupan yang orang-orang seperti mak lalui mempunyai banyak duri dan ranjau berbanding dengan ibu-ibu lain. Betapa keimanan mak tidak tergugat biar pun berdepan dengan dugaan yang sebegini hebat. Tiada rasa kesal. Tiada rasa putus asa. Tidak ada salah-menyalahkan antara mak dan ayah."

"Maafkan Mirah sekali lagi, mak. Hingga ke saat-saat terakhir tadi, mak masih tidak menyenangi tindakan Mirah mencalonkan mak, untuk menerima anugerah ini. Mak merasakan diri mak terlalu kerdil lebih-lebih lagi setelah mak mendengar pengisahan "Ibu Mithali" pertama, kedua dan ketiga. Berkali-kali mak tegaskan yang mak menjaga anak-anak mak bukan kerana mahukan anugerah ini, tapi kerana anak-anak adalah amanah Tuhan." "Saya ingin jelaskan di sini bahawa saya mencalonkan mak untuk anugerah ini, bukan dengan tujuan merayu simpati. Saya cuma berharap kegigihan dan ketabahan mak akan dapat direnung oleh ibu-ibu lain, terutama ibu-ibu muda yang senang-senang mendera dan mencampakkan anak mereka yang comel, segar-bugar serta sempurna fizikal dan, mental."

"Sebagai pengakhir bicara, sekali lagi saya ingin merakam penghargaan saya kepada pihak penganjur, kerana telah mempertimbangkan mak saya sebagai salah seorang penerima anugerah "Ibu Mithali" tahun ini. Semoga pemilihan mak ini akan memberi semangat baru kepada ibu-ibu lain yang senasib dengan mak.""Sekian, wassalamualaikum warahmatullah.

"Gadis itu beredar meninggalkan pembesar suara. Penku telah lama terbaring. Buku notaku telah lunyai dek air mataku sendiri. Bahuku dienjut-enjut oleh sedu- sedanku. Pandanganku menjadi kabur. Dalam pandangan yang kabur-kabur itu, mataku silau oleh pancaran cahaya kamera rakan semejaku. Aku segera mengangkat kameraku dan menangkap gambar secara rambang tanpa mengetahui sudut mana atau apa sebenarnya yang telah menarik perhatian wartawan-wartawan lain. 'Bertenang. Kau di sini sebagai pemberita. Kau seharusnya berusaha mendapat skop yang baik, bukan dihanyutkan oleh perasaan kau sendiri.' Terdengar pesanan satu suara dari dalam diriku.

Lantas, aku mengesat air mataku. Aku menyelak buku notaku mencari helaian yang masih belum disentuh oleh air mataku. Aku capai penku semula. "Demikianlah kisah pelayaran seorang ibu di samudera kehidupan yang tidak sunyi dari ombak dan badai. Sekarang, dijemput Yang Berbahagia Puan Sri Salwa Najwa dengan diiringi oleh Pengerusi Jawatankuasa Pemilihan "Ibu Mithali" untuk menyampaikan anugerah "Ibu Mithali" serta beberapa hadiah iringan kepada Puan Afifah Rashid. Yang Berbahagia Puan Sri dipersilakan."

Nurul Humairah membantu maknya bangun. Kemudian, dia memimpin maknya melangkah ke arah Yang Berbahagia Puan Sri Salwa Najwa. Lutut maknya menggeletar. Namun begitu kerana dia tidak berdaya menahan perasaannya dia terduduk kembali di atas kerusi. Melihatkan itu, Yang Berbahagia Puan Sri Salwa Najwa sendiri datang mendapatkan Puan Afifah, lalu mengalungkan pingat itu. Setelah itu, beliau menyampaikan beberapa hadiah iringan. Air mata Puan Afifah berladung. Tepukan gemuruh bergema dari segenap penjuru dewan. Sejurus kemudian, seorang demi seorang penerima anugerah "Ibu Mithali" sebelumnya, naik ke pentas bersalaman dan berpelukan dengan Puan Afifah. Bertambah lebatlah hujan air mata penerima anugerah "Ibu Mithali" yang terakhir itu. Renung-renungkan dan Selamat Beramal.

IBU MITHALI 2

Sambungan cerita...

"Tapi, mak tak adil!" Saya kerap membentak. "Mak buat segala-galanya untuk kakak-kakak dan abang-abang. Kalau untuk Mirah, mak selalu berkira!""Mirah, abang-abang dan kakak-kakak Mirah tidak secerdas Mirah. Mereka cacat!"Berkali-kali mak menegaskan kepada saya. "Sebab itulah mak terpaksa membantu mereka.""Mereka cacat apa, mak?" Saya membeliakkan mata kepada mak. "Semua anggota mereka cukup. Kaki dan tangan mereka tidak kudung. Mata mereka tidak buta. Yang betulnya, mereka malas, mak!"

"Mirah... Mirah belum faham, sayang." Suara mak akan menjadi sayu tiap kalidia mempertahankan kakak-kakak dan abang-abang saya. Tetapi, kesayuan itu tidak pernah mengundang rasa simpati saya.

"Apabila difikirkan kembali, saya merasakan tindakan saya itu terlalu bodoh. Abang-abang dan kakak-kakak tak pernah kacau saya. Mak pun cuma sekali-sekala saja meminta bantuan saya menyuapkan mereka makan atau menukar kain lampin mereka. Itu pun saya tidak pernah ikhlas menolong. Saya akan merungut tidak henti-henti sepanjang masa saya melakukan itu. Jika makanan yang saya suap tumpah atau jika abang-abang dan kakak-kakak terkencing atas tangan saya, ketika saya sedang menyalin kain lampin mereka, tangan saya ringan saja mencubit atau menampar mereka. Saya tahu mereka tidak pandai mengadu perbuatan jahat saya kepada mak. Ketika itu, memang saya langsung tidak punya rasa hormat kepada abang-abang dan kakak-kakak. Kepada saya, kehadiran mereka menyusahkan hidup saya."
"Hantarlah abang-abang dan kakak-kakak ke rumah kebajikan, mak." Saya pernah mengusulkan kepada mak, ketika saya berusia sepuluh tahun."Lepas itu, mak dan ayah boleh hidup senang-lenang macam mak dan ayah orang lain. Mirah pun takkan rasa terganggu lagi."

"Mereka anak-anak mak, Mirah. Jadi, maklah yang patut jaga mereka, bukanpetugas-petugas di rumah kebajikan." Begitu reaksi mak setiap kali saya mencadangkan hal itu."Saya langsung tidak menghormati, apatah lagi mengagumi pendirian mak.Mak memang sengaja menempah masalah. Mak tidak menghargai jalan keluar yang telah sedia terentang di hadapannya."

"Rasa geram dan marah saya sampai ke puncaknya, semasa saya berusia dua belastahun. Pada hari itu, mak demam teruk hingga tidak dapat bangun. Ayahterpaksa ambil cuti untuk membawa mak ke klinik. Lalu, saya ditinggalkan untuk menjaga abang-abang dan kakak-kakak di rumah. Sebelum meninggalkan rumah,biarpun dalam keadaan yang lemah, berkali-kali mak sempat berpesan kepada saya, agar jangan lupa memberi abang-abang dan kakak-kakak makan, dan menukar kain lampin mereka." Suasana dewan terus sunyi. Hadirin masih khusyuk mendengar cerita gadis itu.

"Itulah kali pertama saya ditinggalkan bersama-sama abang-abang dan kakak-kakak, selama lebih kurang lima jam. Jangka masa itu cukup menyeksakan. Kebetulan pada hari itu, abang-abang dan kakak-kakak benar-benar mencabar kesabaran saya. Entah mengapa Abang Long enggan makan. Jenuh saya mendesaknya. Abang Alang dan Kak Ngah pula asyik mencirit saja. Letih saya menukar kain lampin mereka. Abang Andak pula, asyik main air ketika saya memandikannya. Basah lencun bajusaya dibuatnya. Kak Anjang pula, asyik sepahkan nasi dan tumpahkan air. Penat saya membersihkannya. "

"Apabila mak dan ayah pulang, saya sudah seperti kain buruk, tubuh saya lunyai. Saya sudah tidak berupaya melihat muka mak dan ayah. Saya terus melarikan diri ke rumah ibu kandung saya, yang terletak di sebelah rumah mak. Begitulah lazimnya. Apabila fikiran saya terlalu kacau, sayaakan ke rumah ibu untuk mencari ketenangan."

"Ibu!" Saya menerpa masuk lalu memeluk ibu. "Kenapa ibu bagi Mirah kepada mak? Kalau ya pun ibu tidak suka Mirah, bagilah Mirah pada orang lain yang lebih menyayangi Mirah, bukan mak.""Mirah!" Ibu merangkul saya." Kan dah berkali-kali ibu tegaskan yang ibu bagi Mirah kepada mak bukan kerana ibu tak sayang Mirah.""Lazimnya ibu akan membuka kembali lipatan sejarah hidupnya apabila situasi itu berlaku. Ibu ialah kakak mak. Ibu sakit teruk setelah melahirkan saya. Selama berbulan-bulan ibu terlantar di hospital, mak yang telah menjaga saya. Setelah ibu sembuh,ibu dapat lihat sendiri betapa gembiranya mak dapat menjaga seorang anak normal.Justeru, ibu tidak sampai hati hendak memisahkan kami."

"Ibu telah berasa betapa nikmatnya menjaga tujuh orang anak yang pintar dan cerdas. Jadi, biarlah nikmat itu turut dirasakan oleh mak pula dengan menjaga Mirah. Lagipun, dengan menyerahkan Mirah kepada mak, ibu masih dapat melihat Mirah membesar di hadapan mata ibu, walaupun Mirah tinggal bersama-sama mak. Dari pemerhatian ibu, ibu rasa, mak lebih menyayangi Mirah berbanding dengan anak anaknya yang lain.""Sayang apa? Ibu tahu tak yang rumah tu macam neraka bagi Mirah? Ibu tahu tak yang Mirah ni tak ubah seperti hamba di rumah tu?""Jangan besar-besarkan perkara yang kecil, Mirah. Ibu tahu sekali-sekala saja mak membebankan Mirah dengan kerja-kerja rumah dan tugas menjaga abang-abang dan kakak-kakak Mirah. Itu pun Mirah buat tidak sesungguh hati. Nasi mentahlah, lauk hanguslah, abang-abang dan kakak-kakak kena lempanglah.""Mak adu semua kepada ibu, ya?" Saya masih mahu berkeras meskipun saya tahu saya bersalah."Mak jarang-jarang mengadu keburukan Mirah kepada ibu. Ibu sendiri yang kerap mengintai Mirah dan melihat bagaimana Mirah melaksanakan suruhan mak.""Saya tunduk. Saya sudah tidak sanggup menentang mata ibu.""Ibu malu, Mirah. Ibu mengharapkan kehadiran Mirah di rumah mak kau itu dapat meringankan penderitaan mak.Tetapi, ternyata kehadiran Mirah di rumah itu menambahkan beban mak.""Saya benar-benar rasa terpukul oleh kata-kata ibu.""Ibu rasa, apa yang telah mak beri kepada Mirah, jauh lebih baik daripada apa yang diberi kepada anak-anaknya sendiri. Mirah dapat ke sekolah.Kakak-kakak dan abang-abang Mirah hanya duduk di rumah. Mirah dapat banyak pakaian cantik. Sedang anak-anak mak yang lain pakaiannya itu-itulah juga. Setiap kali Mirah berjaya dalam peperiksaan, mak sungguh gembira. Dia akan meminta ibu tolong menjaga abang-abang dan kakak-kakak kerana dia nak lihat Mirah terima hadiah.""Saya tidak sanggup mendengar kata-kata ibu selanjutnya, bukan kerana saya tidak mengakui kesalahan saya, tetapi kerana saya benar-benar malu.""Saya meninggalkan rumah ibu bukan kerana berasa tersisih daripada ibu kandung sendiri, atau berasa kecewa sebab tidak mendapat pembelaan yang diharap-harapkan. Saya meninggalkan rumah ibu dengan kesedaran baru.""Sesampainya saya ke rumah tempat saya berteduh selama ini, saya dapati mak yang belum sembuh betul sedang melayan kerenah abang-abang dan kakak-kakak dengan penuh sabar. Saya terus menghilangkan diri ke dalam bilik kerana saya dihantui oleh rasa bersalah. Di dalam bilik, saya terus resah-gelisah."

Bersambung...

IBU MITHALI 1

Buat tatapan semua.. Ambillah iktibar daripada kisah ini. Adakah kita boleh melakukan sepertinya. Sama- samalah kita renungkan...

"Jangan engkau bersahabat dengan sahabat yang mana dia begitu berharap kepada engkau ketika mahu menyelesaikan masalahnya sahaja sedangkan apabila masalah atau hajatnya telah selesai maka dia memutuskan kemanisan persahabatan. Bersahabatlah dengan mereka yang mempunyai ketinggian dalam melakukan kebaikan, memenuhi janji dalam perkara yangbenar, memberi pertolongan kepada engkau serta memadai dengan amanahnya atau sikap bertanggungjawabnya terhadap engkau. " -Imam Umar bin AbdulAziz

IBU MITHALI
Penerima ketiga berjalan perlahan-lahan turun dari pentas. Di lehernya, telah terkalung pingat "Ibu Mithali". Tangan kanannya menggenggam erat satusampul dan segulung sijil. Tangan kirinya pula memegang beberapa hadiah iringan. Anaknya setia melangkah di sisi.

"Sekarang ...," suara pengacara majlis bergema kembali, "Tibalah kita kepada penerima anugerah "Ibu Mithali" yang terakhir. Penerima ini agak lain daripada yang lain dan sungguh istimewa. Untuk itu, dipersilakan Puan AfifahRashid naik ke pentas bersama- sama Cik Nurul Humairah, untuk tampil memperkenalkan ibunya. Dipersilakan."

Mataku tercari-cari pasangan ibu dan anak yang bakal mengambil tempat itu. Di barisan penonton paling hadapan, aku dapati seorang anak gadis berkulit hitam manis dan bertubuh tinggi lampai, sedang berusaha memujuk seorang wanita dalam lingkungan usia 60-an untuk bangun.

Aneh, kenapa ibu yang seorang ini nampaknya begituke beratan untuk naik ke pentas? Kenapa dia tidak seperti tiga orang penerima sebelumnya, yang kelihatan begitu bangga menapak naik kepentas, sebaik sahaja mereka dijemput?

Hampir lima minit kemudian, barulah tampak si anak gadis yang memakai sepasang kebarung bertanah ungu dan berbunga merah jambu serta bertudung ungu kosong, bersusah payah memimpin ibunya naik ke pentas.

Ibu itu pun menduduki kerusi yang telah diduduki oleh tiga orang penerima sebelumnya. Anak gadis itu kemudiannya beredar ke pembesar suara. Dia beralih pandang kepada ibunya yang hanya tunduk memerhati lantai pentas.

'Pelik sungguh ibu yang seorang ini. Lagaknya bukan lagak orang yang akan menerima anugerah. Dia tak ubah seperti seorang pesalah yang sedangmenanti hukuman. Duduknya serba tak kena. Sekejap beralih ke kanan,sekejap berpusing ke kiri. Tangannya menggentel-gentel baju kurung biru mudayang dipakainya.'

Dehem si anak dalam pembesar suara membuat aku sedikit tersentak. Tumpuanku yang sekian lama terhala ke pentas, aku alihkan pada buku notaku. Aku menconteng-conteng helaian yang masih putih bersih itu untuk memastikan penku dalam keadaan yang baik. Kemudian, aku memeriksa kameraku.Filemnya masih ada. Baterinya masih dapat bertahan.

Sempat jugaaku mengerling rakan-rakan wartawan dari syarikat akhbar dan majalah lain yang duduk di kiri kananku. Nampaknya, pen sudah berada dalam tangan masing-masing. Mata mereka sudah terarah kepada ibu di atas pentas dan anak yang sudah pun memulakan bicaranya dengan bismillah dan, memberi salam.

Aku tersenyum dan mengangguk kepada rakan-rakan wartawan yang duduk semeja denganku. Tetapi, senyuman dan anggukanku sudah tidak sempat mereka balas. Aku lantas mengemaskan dudukku mencari posisi yang paling selesa.

"Pertama sekali, sayaingin memanjatkan rasa syukur ke hadratAllah, kerana dengan izin-Nyalah saya dan, mak berada dalam majlis yang gilang-gemilang ini. Seterusnya, saya ingin merakamkan penghargaan sayakepada pihak penganjur yang telah mempertimbangkan mak saya sebagai salah seorang penerima anugerah "Ibu Mithali" tahun ini."

Suasana menjadi sunyi. Hadirin memberi tumpuan sepenuhnya kepada percakapan gadis itu.
"Sebetulnya, ketika saya kecil, saya memang membenci mak. Darjah kebencian itu meningkat setelah saya mendapat tahu Puan Afifah hanyalah mak angkat saya. Pada masa yang sama, saya merasakan sayalah anak yang paling malang, disisihkan oleh ibu sendiri, dan diperhambakan pula oleh mak angkat untuk membantu menjaga anak-anak kandungnya"

"Membantu menjaga anak-anak kandungnya? Mungkin persoalan itu sedang pergi balik dalam benak tuan-tuan dan puan-puan sekarang. Persoalan itu pastiakan terjawab sebentar lagi, apakala saya mempertontonkan rakaman videoyang memaparkankehidupan anak-anak kandung mak. Sebelum itu, saya harus menegaskan bahawa anak-anak yang bakal hadirin lihat nanti bukan terdiri daripadadoktor, peguam, jurutera, pensyarah, ahli perniagaan, pemimpin masyarakat, dan guru, seperti mana anak ketiga-tiga "Ibu Mithali" yang baru menerima anugerah sebentar tadi." Suara hadirin yang kehairanan mula kedengaran.

"Inilah dia abang-abang dan kakak- kakak saya!" suara hadirin semakin kedengaran. Mereka tidak dapat membendung rasa kekaguman.
"Yang mengeluarkan berbagai-bagai bunyi itu, Abang Long. Yang sedang merangkak ke sana ke mari itu, ialah Kak Ngah. Yang sedang mengesot ke ruang tamu itu, ialah Abang Alang. Yang sedang berjalan sambil berpaut pada dinding itu, ialah Kak Anjang. Yang sedangberjalan jatuh dari dapur ke dalam bilik itu, ialah Abang Andak."

"Seperti yang tuan-tuan danpuan-puan saksikan, tahap kecacatan fizikal dan mental abang-abang dan, kakak-kakak saya tidak sama. Daripada yang tidak boleh bercakap dan bergerak langsung, seperti bayi yang baru lahir hinggalah kepada yang boleh berjalan jatuh dan bercakap pelat-pelat seperti budak berumursatu atau, dua tahun." Hadirin yang sebentar tadi bingit suaranya kini terdiam kembali. Mereka menonton video yang sedang ditayangkan itu dengan khusyuknya.

"Untuk pengetahuan semua, abang-abang dankakak-kakak saya, telah menjangkau usia 20-an dan 30-an. Namun,meskipun telah dilatih dengan sungguh-sungguh, mereka masih belum pandai mengurus makan minum dan berak kencing mereka sendiri. Lihatlah betapa sukarnya mak hendak melayan makan dan, pakai mereka." "Sewaktusaya berusia enam atau, tujuh tahun, saya sering mencemburui abang-abang dan kakak-kakak kerana mereka, mendapat perhatian istimewa daripada mak. Saya iri hati melihat mak memandikan mereka. Saya sakit hati melihat mak menyuap mereka. Sedang saya disuruh buat semua itu sendiri."

"Mirah dah besar, kan ? Mirah dah boleh uruskan diri Mirah sendiri, kan ?"Lembut nada suara mak tiap kali dia memujuk saya. Namun, kelembutan itu telah menyemarakkan api radang saya.
Bersambung...

EARTH HOUR 2009

Assalamu 'alaikum wrt wb,
Ikhwah dan Akhawat sekalian,

Saya rasa sungguh2 cemburu. Orang lain pula yang mendahului kita SEKALI LAGI, membuat kerja2 pensejahteraan 'alam ini.

Sungguh malang. Sejak pemansukhan sistem "Khilafah" dengan jatuhnya Khilafah Uthmaniah, Ummat Islam umumnya masih tetap jadi pengikut dan bukan penentu arus perdana dunia, walaupun dinegara mereka sendiri sekalipun. Ambil contoh "EARTH HOUR" ini.

Matlamat EARTH HOUR ialah untuk menanamkan budaya penjimatan penggunaan tenaga. Ini amat sejajar dengan perintah Allah (Al-Isra': 27). Sumber bahan bakar fossil berkurangan dengan drastiknya. Ia tidak dapat diganti. Ia memerlukan proses berbilion tahun lagi untuk memperbaharuinya.

Kajian telah dibuat terhadap kesan-kesan negative dari pembakaran tanpa terkawal ini. Diantaranya ialah penjanaan gas-gas beracun (NO-xious gases) yang juga menghakis lapisan ozon, menyebabkan fenomena rumah hijau, dan lain-lain lagi kesan negatif keatas 'alam dan penghuninya.

Penglibatan ummat Islam dan para saintisnya dalam usaha-usaha kajian tidak ketara. Usaha merumuskan manfa'at dari hasi lkajian ini bagi merumuskan strategi mentadbir sumber-sumber alam yang kritikal lagi terhad ini juga kurang dilakukan.

Kita kurang peka bahawa ALLAH telah menjadikan ummat Islam sebagai sebagai "KHAIR UMMAT" dikalangan ma'nusia ini ('Imran: 110).

Ketara kelihatan usaha-usaha, seperti "Earth Hour" ini, dan banyak lagi usaha-usaha melibat pemuliharaan 'alam sekitar contohnya, terus hasil initiatif masyarakat BUKAN-ISLAM. Ummat Islam, walaupun kita yang di Malaysia, yang kononnya yang termaju dikalangan masyarakat Islam seluruh dunia, tetap menjadi pengikut dan pengguna.

Berapa lama lagikah kita Ummat islam di Malaysia khususnya akan menjadi pengguna dan pengikut arus perdana dunia yang sudah lapok dan luntur dari diwarnai olih tamaddun dan budaya Hedonisma Judea-Kristian, yang diasaskan olih kelompok Eropah Yunani-Romawi.

Benar mereka telah menerajui tamaddun dunia sekarang ini. sayugia perlu diingati mereka berada dipersada ini lantaran kealpaan Ummat Islam terdahulu yang tertidur oleh kerana kemewahan dan kekuasaan yang terdampar dikaki-kaki mereka.

Wa ALLAH 'alam.

Abd Ghani Bin Ujang
1hb Rabi' ul Awal 1430
28hb Mac, 2009
27hb Tiga, 4706
(Tahun Sapi, Cina).

BAGAIMANA INGIN MENGUBAH DUNIAMU?

Dunia dan seisinya adalah suatu yang hina melainkan apa yg dicari untuk mendapatkan keredaan Allah s.w.t. Bagaikan mata wang, ianya dianggap bernilai apabila mendapat pengiktirafan daripada bank. Manakala wang yg palsu pula tidak dikira bernilai sekalipun nilainya mencecah jutaan ringgit. Begitulah juga halnya dengan dunia. Ianya dianggap bernilai jikalau ia dicari untuk mendapatkan pengiktirafan daripada Allah ‘Azzawajalla.

Dari Abu Darda’ r.a daripada Nabi s.a.w bersabda,
“Dunia itu dilaknat dan apa yang ada di dalamnya dilaknat, kecuali apa yang dicari dengan wajah Allah” (diriwayatkan oleh Tabrani, hasan li ghairihi)

Sikap orang yang ikhlas dengan dunianya
Tanda terbesar orang-orang yang ikhlas ialah amal yang mereka kerjakan semata-mata mengharap wajah Allah ‘Azzawajalla. Mereka memburu keikhlasan disetiap amalan dan membayar harga dunia dengan nilai ikhlas tanpa sedikitpun kotoran riya’. Apabila mereka melakukan kebaikan mereka berkata:

Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. (Al-Insan:9)
Mereka tidak menginginkan sedikitpun balasan daripada manusia diatas kebaikan yang di lakukan. Lalu Allah membayar keikhlasan mereka dengan syurgaNya.

Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati. Dan dia memberi balasan kepada mereka kerana kesabaran mereka (dengan) syurga dan (pakaian) sutera. (Al-Insan:11-12)
Sabar dalam keikhlasan
Orang yang ikhlas juga bersikap sabar dalam setiap gerak-kerjanya. Ia mampu mengatur dunianya dengan teliti dan tidak tergopoh-gapah dalam melakukan suatu tindakan kerana yang dicarinya hanyalah keredhaan Allah. Dan keredhaan Allah tidak akan lari daripada mereka yang mengejarnya. Dunia bagi mereka hanyalah sebagai alat bagi mencapai matlamat yang hakiki iaitu Wajah Allah ‘Azzawajalla.

Berbeza pula dengan mereka melakukan sesuatu semata-mata kerana Dunia. Ia akan berusaha bersungguh-sungguh tanpa mengira kesannya samaada baik atau buruk. Ataupun boleh jadi ia hanya mengambil sikap sambil lewa apabila melakukan sesuatu pekerjaan. Apa yang penting bagi mereka adalah keuntungan. Lalu akan lahirlah penguasa yang korup, peniaga yang tamak, dan juga pelbagai watak lain yg hina sebagaimana hinanya dunia apabila tidak dicari kerana Wajah Allah.

Buah ikhlas
Disebabkan kesabaran mereka (orang yang ikhlas), Allah memberi mereka pertolongan dan juga kemenangan berupa syurgaNya sebagaimana firmanNya dalam surah Al-Insan:

Dan dia memberi balasan kepada mereka kerana kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera.(Al-Insan:12)

Inilah dia janji Allah kepada hamba-hambaNya yang ikhlas. Cukuplah bagi kita dengan hadith:

Sesungguhnya Allah hanya menolong umat ini kerana orang-orang yang lemah diantara mereka, kerana doa mereka, solat mereka dan kerana keikhlasan mereka. (diriwayatkan oleh An-Nasai (3178) dan disahihkan oleh Al-Albani dalam sahih targhib wa tarhib)
Dan juga hadith:

“Berikan kabar gembira kepada umat ini dengan kemenangan, ketinggian dan juga kejayaan. Barangsiapa diantara mereka yang mengerjakan amalan akhirat untuk dunia, maka di akhirat nanti ia tidak mendapat apa-apa bahagian pun!!!”(Sahih Ibnu Hibban 405, Al-Arnauth mengatakan sanadnya hasan)

Islam tidak menolak dunia
Keikhlasan dan niat yang murni seseorang hamba dapat mengangkat amalan duniawi yang dikerjakannya dan menjadikannya bernilai ketaatan selagi mana ia tidak melanggar syariat.
Hal ini berdasarkan hadith:

“Sesungguhnya di setiap nafkah yang kamu keluarkan demi mengharap wajah Allah, kamu akan mendapatkan pahalanya; bahkan apa yang kamu suapkan ke mulut isterimu (turut mendapat pahala disebabkannya)’(H.R Bukhari)

Didalam menerangkan hadith di atas, Al-Imam An-Nawawi berkata, “Hadith ini membawa keterangan bahawasanya; jika sesuatu yang mubah (harus) itu dilakukan untuk mendapat redha Allah, ianya akan menjadi suatu ketaatan dan juga beroleh pahala disebabkannya ... misalnya,
- makan dengan niat untuk menguatkan badan supaya dapat menunaikan ibadah kepada Allah,
- tidur untuk beristirehat supaya dapat mengerjakan ibadah dengan segar sesudah tidur,
- bersenang-senang dengan isteri supaya dapat menjaga pandangan yang haram dan supaya dapat
melahirkan anak yang soleh.”(syarah Sahih Muslim, An-Nawawi:11/112)

Kerana itu golongan salaf seringkali menghadirkan niat yang baik untuk pelbagai amalan keduniaan selagi mana ia tidak bercanggah dengan syara’. Zubaid Al-Yami berkata, “Berniatlah untuk setiap amalan yang kamu inginkan kebaikan padanya, sekalipun disaat kamu pergi ke tempat pembuangan sampah.”(Jami’ul Ulum Wal Hikam, Ibnu Rajab:1/70)

Sebagaimana ikhlas mengangkat perkara yang mubah ke darjat ketaatan, maka riya’juga menjatuhkan ibadah khususiah dan membalikkannya menjadi kemaksiatan yang nista.
Allah s.w.t berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya kerana riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, Kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (Tidak bertanah). mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.(Al-Baqarah: 264)

Di dalam ayat ini Allah ‘Azzawajalla memberi perumpaan kepada orang yang berbuat riya’dengan batu licin yg di atasnya ada tanah, apabila hujan turun, maka hilanglah tanah itu.

Kata Ibnu Katsir:
Hujan itu menjadikan batu itu licin, tidak ada satu pun yang tinggal di atasnya, kerana semua tanah yang di atasnya telah hilang. Demikianlah halnya dengan amal perbuatan orang yang berbuat riya’, ianya akan hilang dan lenyap di sisi Allah, walaupun amalan tersebut nampak oleh mereka, sebagaimana tanah di atas batu tersebut. (Tafsir Ibnu Katsir)

DOA TAZKIYAH

Sedih dengan berita kematian ahli keluarga beberapa orang sahabat kita. Berikut merupakan doa takziyah yg dipetik daripada kitab Hisnul Muslim:

إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ، وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمًّى

Sesungguhnya hak Allah adalah mengambil sesuatu dan memberikan sesuatu. Segala sesuatu yang di sisi-Nya dibatasi dengan ajal yang ditentukan. Oleh karena itu, bersabarlah dan carilah ridha Allah.”( HR. Al-Bukhari 2/80; Muslim 2/636)

أَعْظَمَ اللهُ أَجْرَكَ، وَأَحْسَنَ عَزَاءَكَ وَغَفَرَ لِمَيِّتِكَ
“Semoga Allah memperbanyakkan pahalamu dan menghiburkan hatimu serta mengampuni dosa orang yg meninggalkanmu”. (An-Nawawi, Al-Adzkar, hal. 126)

Bagi mereka yg telah kehilangan org yg tersayang, tabahkanlah hatimu

Rasulullah s.a.w bersabda:
Allah s.w.t berfirman: “Tidak ada balasan lain melainkan syurga untuk hamba-Ku yg beriman, tatkala aku mengambil sahabat karib (orang yg disayangi) dari dunianya, dia berserah diri kepada-Ku.”(H.R Bukhari)

Sesungguhnya ujian berbentuk kesedihan dan kesusahan adalah merupakan tarbiyah daripada Allah ‘Azzawajalla kepadamu untuk meningkatkan darjatmu.

Rasulullah s.a.w bersabda:
“Tidaklah seorang muslim tertusuk duri atau yg lebih teruk daripada itu melainkan akan dituliskan baginya satu darjat dan dihapuskan darinya satu dosa.”(H.R Muslim)
“Ujian akan terus menimpa seorang hamba sehingga dia berjalan di muka bumi ini tanpa memilki dosa.”

Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam sentiasa membaca doa ini
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحُزْنِ، وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ، وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ.
“Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari (hal yang) menyedihkan dan menyusahkan, lemah dan malas, bakhil dan penakut, lilitan hutang dan penindasan orang.” HR. Al-Bukhari 7/158.

اَللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو فَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ، وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ.
“Ya Allah! Aku mengharapkan (mendapat) rahmatMu, oleh karena itu, jangan Engkau biarkan diriku walaupun sekelip mata (tanpa pertolongan atau rahmat dariMu). Perbaikilah seluruh urusanku, tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau.” (HR. Abu Dawud 4/324, Ahmad 5/42. Menurut pendapat Al-Albani, hadits di atas adalah hasan dalam Shahih Abu Dawud 3/959)

MENGAPA MALAS BERZIKIR?

Mengapa malas berzikir? Sedangkan Allah Ta’ala memerintahkan kita supaya sentiasa mengingatiNya :

“Hai, orang-orang yang beriman, berdzikirlah yang banyak kepada Allah (dengan menyebut namaNya)”. (Al-Ahzaab, 33:42).
Berzikir…inilah amalan yg boleh mendekatkan diri dengan Allah ‘Azzawajalla.
“Karena itu, ingatlah kamu kepadaKu, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu (dengan memberikan rahmat dan pengampunan). Dan bersyukurlah kepadaKu, serta jangan ingkar (pada nikmatKu)”. (Al-Baqarah, 2:152).
“Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, maka Allah menyediakan untuk mereka pengampunan dan pahala yang agung”. (Al-Ahzaab, 33:35).

Dimana hati kita ketika mulut sedang berzikir?
Mengapa mulut sahaja yg berzikir?
Kenapa hati kita malas berzikir?

“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut (pada siksaanNya), serta tidak mengeraskan suara, di pagi dan petang hari. Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai”. (Al-A’raaf, 7:205).

Kita lebih suka mengeraskan suara supaya dapat memberitahu hati bahawa kita sedang berzikir…sedangkan kita tidak mengingatiNya di dalam hati kita…

Mulut kita hanya melafazkan apa yg hati tidak fahami…Mulut sahaja yg bergerak…tetapi hati?

Mengapa malas berzikir? Sedangkan kedudukan orang yg berzikir adalah jauh berbeza daripada orang yg tidak berzikir…

Rasul Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
Perumpamaan orang yang ingat akan Rabbnya dengan orang yang tidak ingat Rabbnya laksana orang yang hidup dengan orang yang mati. [HR. Al-Bukhari dalam Fathul Bari 11/208]
Mengapa malas berzikir? Adakah kerana amalan berzikir itu terlalu remeh bagi kita?
Rasulullah s.a.w bersabda:
“Maukah kamu, aku tunjukkan perbuatanmu yang terbaik, paling suci di sisi Rajamu (Allah), dan paling mengangkat darjatmu; lebih baik bagimu dari infaq emas atau perak, dan lebih baik bagimu daripada bertemu dengan musuhmu, lantas kamu memenggal lehernya atau mereka memenggal lehermu?” Para sahabat yang hadir berkata: “Mau (wahai Rasulullah)!” Beliau bersabda: “Dzikir kepada Allah Yang Maha Tinggi”. [HR. At-Tirmidzi 5/459, Ibnu Majah 2/1245]

Mengapa malas berzikir? Tidak mahukah jika Allah mengingati kita di dalam diriNya?
Rasul Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai dengan persangkaan hambaKu kepadaKu, Aku bersamanya (dengan ilmu dan rahmat) bila dia ingat Aku. Jika dia mengingatKu dalam dirinya, Aku mengingatnya dalam diriKu. Jika dia menyebut namaKu dalam suatu perkumpulan, Aku menyebutnya dalam perkumpulan yang lebih baik dari mereka. Bila dia mendekat kepadaKu sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika dia mendekat kepadaKu sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika dia datang kepadaKu dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat”. [HR. Al-Bukhari 8/171 dan Muslim 4/2061]Mengapa malas berzikir? Adakah kerana susah sangat beramal dengan Islam?
Dari Abdullah bin Busr Radhiallahu’anhu, dia berkata: Bahwa ada seorang lelaki berkata: “Wahai, Rasulullah! Sesungguhnya syari’at Islam telah banyak bagiku, oleh karena itu, beritahulah aku sesuatu buat pegangan”. Beliau bersabda: “Tidak hentinya lidahmu basah karena dzikir kepada Allah (lidahmu selalu mengucapkannya).” [HR. At-Tirmidzi 5/458, Ibnu Majah 2/1246]
Mengapa malas berzikir? Adakah kerana zikir itu pahalanya sedikit berbanding amalan lain?
Rasul Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al-Qur’an, akan mendapatkan satu kebaikan. Sedang satu kebaikan akan dilipatkan sepuluh semisalnya. Aku tidak berkata: Alif laam miim, satu huruf. Akan tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf.” [HR. At-Tirmidzi 5/175]
Mengapa malas berzikir di dalam kumpulan yang ramai? Adakah kerana malu?
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang duduk di suatu tempat, lalu tidak berdzikir kepada Allah di dalamnya, pastilah dia mendapatkan hukuman dari Allah dan barangsiapa yang berbaring dalam suatu tempat lalu tidak berdzikir kepada Allah, pastilah mendapatkan hukuman dari Allah.” [HR. Abu Dawud 4/264; Shahihul Jaami’ 5/342]
“Apabila suatu kaum duduk di majelis, lantas tidak berdzikir kepada Allah dan tidak membaca shalawat kepada Nabinya, pastilah ia menjadi kekurangan dan penyesalan bagi mereka, maka jika Allah menghendaki boleh sahaja Dia menyiksa mereka dan jika menghendaki mengampuni mereka.” [Shahih At-Tirmidzi 3/140]
“Setiap kaum yang berdiri dari suatu majelis, yang mereka tidak berdzikir kepada Allah di dalamnya, maka mereka laksana berdiri dari bangkai keledai dan hal itu menjadi penyesalan mereka (di hari Kiamat).” [HR. Abu Dawud 4/264, Ahmad 2/389 dan Shahihul Jami’ 5/176]

KEMATIAN HATI

Ustz Rahmat Abdullah rahimahullah



Banyak orang tertawa tanpa (mau) menyadari sang maut sedang mengintainya.

Banyak orang cepat datang ke shaf shalat layaknya orang yang amat merindukan kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dapat segera pergi.

Seperti penagih hutang yang kejam ia perlakukan Tuhannya. Ada yang datang sekedar memenuhi tugas rutin mesin agama. Dingin, kering dan hampa, tanpa penghayatan. Hilang tak dicari, ada tak disyukuri.

Dari jahil engkau disuruh berilmu dan tak ada idzin untuk berhenti hanya pada ilmu. Engkau dituntut beramal dengan ilmu yang ALLAH berikan. Tanpa itu alangkah besar kemurkaan ALLAH atasmu.

Tersanjungkah engkau yang pandai bercakap tentang keheningan senyap ditingkah rintih istighfar, kecupak air wudlu di dingin malam, lapar perut karena shiam atau kedalaman munajat dalam rakaat-rakaat panjang.

Tersanjungkah engkau dengan licin lidahmu bertutur, sementara dalam hatimu tak ada apa-apa. Kau kunyah mitos pemberian masyarakat dan sangka baik orang-orang berhati jernih, bahwa engkau adalah seorang saleh, alim, abid lagi mujahid, lalu puas meyakini itu tanpa rasa ngeri.

Asshiddiq Abu Bakar Ra. selalu gemetar saat dipuji orang. "Ya ALLAH, jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka, janganlah Engkau hukum aku karena ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran ketidaktahuan mereka", ucapnya lirih.

Ada orang bekerja keras dengan mengorbankan begitu banyak harta dan dana, lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi. Ada orang beramal besar dan selalu mengingat-ingatnya, bahkan sebagian menyebut-nyebutnya. Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya sangat banyak. Dan ada orang yang sama sekali tak pernah beramal, lalu merasa banyak amal dan menyalahkan orang yang beramal, karena kekurangan atau ketidaksesuaian amal mereka dengan lamunan pribadinya, atau tidak mau kalah dan tertinggal di belakang para pejuang. Mereka telah menukar kerja dengan kata.
Dimana kau letakkan dirimu?
Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yang asing. Begitu kerap engkau bergetar dan takut.

Sesudah pengalaman dan ilmu makin bertambah, engkaupun berani tampil di depan seorang kaisar tanpa rasa gentar. Semua sudah jadi biasa, tanpa rasa.
Telah berapa hari engkau hidup dalam lumpur yang membunuh hatimu sehingga getarannya tak terasa lagi saat ma'siat menggodamu dan engkau meni'matinya?

Malam-malam berharga berlalu tanpa satu rakaatpun kau kerjakan. Usia berkurang banyak tanpa jenjang kedewasaan ruhani meninggi. Rasa malu kepada ALLAH, dimana kau kubur dia ?

Di luar sana rasa malu tak punya harga. Mereka jual diri secara terbuka lewat layar kaca, sampul majalah atau bahkan melalui penawaran langsung. Ini potret negerimu : 228.000 remaja mengidap putau. Dari 1500 responden usia SMP & SMU, 25 % mengaku telah berzina dan hampir separohnya setuju remaja berhubungan seks di luar nikah asal jangan dengan perkosaan. Mungkin engkau mulai berfikir "Jamaklah, bila aku main mata dengan aktifis perempuan bila engkau laki-laki atau sebaliknya di celah-celah rapat atau berdialog dalam jarak sangat dekat atau bertelepon dengan menambah waktu yang tak kauperlukan sekedar melepas kejenuhan dengan canda jarak jauh" Betapa jamaknya 'dosa kecil' itu dalam hatimu.

Kemana getarannya yang gelisah dan terluka dulu, saat "TV Thaghut" menyiarkan segala "kesombongan jahiliyah dan maksiat"?

Saat engkau muntah melihat laki-laki (banci) berpakaian perempuan, karena kau sangat mendukung ustadzmu yang mengatakan " Jika ALLAH melaknat laki-laki berbusana perempuan dan perempuan berpakaian laki-laki, apa tertawa riang menonton akting mereka tidak dilaknat ?"
Ataukah taqwa berlaku saat berkumpul bersama, lalu yang berteriak paling lantang "Ini tidak islami" berarti ia paling islami, sesudah itu urusan tinggallah antara engkau dengan dirimu, tak ada ALLAH disana?
Sekarang kau telah jadi kader hebat.
Tidak lagi malu-malu tampil.

Justeru engkau akan dihadang tantangan: sangat malu untuk menahan tanganmu dari jabatan tangan lembut lawan jenismu yang muda dan segar. Hati yang berbunga-bunga didepan ribuan massa.

Semua gerak harus ditakar dan jadilah pertimbanganmu tergadai pada kesukaan atau kebencian orang, walaupun harus mengorbankan nilai terbaik yang kau miliki. Lupakah engkau, jika bidikanmu ke sasaran tembak meleset 1 milimeter, maka pada jarak 300 meter dia tidak melenceng 1 milimeter lagi ? Begitu jauhnya inhiraf di kalangan awam, sedikit banyak karena para elitenya telah salah melangkah lebih dulu.

Siapa yang mau menghormati ummat yang "kiayi"nya membayar beberapa ratus ribu kepada seorang perempuan yang beberapa menit sebelumnya ia setubuhi di sebuah kamar hotel berbintang, lalu dengan enteng mengatakan "Itu maharku, ALLAH waliku dan malaikat itu saksiku" dan sesudah itu segalanya selesai, berlalu tanpa rasa bersalah?

Siapa yang akan memandang ummat yang da'inya berpose lekat dengan seorang perempuan muda artis penyanyi lalu mengatakan "Ini anakku, karena kedudukan guru dalam Islam adalah ayah, bahkan lebih dekat daripada ayah kandung dan ayah mertua" Akankah engkau juga menambah barisan kebingungan ummat lalu mendaftar diri sebagai 'alimullisan (alim di lidah)? Apa kau fikir sesudah semua kedangkalan ini kau masih aman dari kemungkinan jatuh ke lembah yang sama?

Apa beda seorang remaja yang menzinai teman sekolahnya dengan seorang alim yang merayu rekan perempuan dalam aktifitas da'wahnya? Akankah kau andalkan penghormatan masyarakat awam karena statusmu lalu kau serang maksiat mereka yang semakin tersudut oleh retorikamu yang menyihir ? Bila demikian, koruptor macam apa engkau ini? Pernah kau lihat sepasang mami dan papi dengan anak remaja mereka.
Tengoklah langkah mereka di mal. Betapa besar sumbangan mereka kepada modernisasi dengan banyak-banyak mengkonsumsi produk junk food, semata-mata karena nuansa "westernnya" . Engkau akan menjadi faqih pendebat yang tangguh saat engkau tenggak minuman halal itu, dengan perasaan "lihatlah, betapa Amerikanya aku".
Memang, soalnya bukan Amerika atau bukan Amerika, melainkan apakah engkau punya harga diri.
Mahatma Ghandi memimpin perjuangan dengan memakai tenunan bangsa sendiri atau terompah lokal yang tak bermerk. Namun setiap ia menoleh ke kanan, maka 300 juta rakyat India menoleh ke kanan. Bila ia tidur di rel kereta api, maka 300 juta rakyat India akan ikut tidur disana.

Kini datang "pemimpin" ummat, ingin mengatrol harga diri dan gengsi ummat dengan pameran mobil, rumah mewah, "toko emas berjalan" dan segudang asesori. Saat fatwa digenderangkan, telinga ummat telah tuli oleh dentam berita tentang hiruk pikuk pesta dunia yang engkau ikut mabuk disana. "Engkau adalah penyanyi bayaranku dengan uang yang kukumpulkan susah payah. Bila aku bosan aku bisa panggil penyanyi lain yang kicaunya lebih memenuhi seleraku"